By. Firwan Firdaus
Berpikir itu soal hal biasa. Setiap manusia normal yang hidup di dunia ini, pasti selalu berpikir. Setiap Langkah dan perbuatan sudah pasti selalu melalui jalan berpikir dulu. Mungkin tidak banyak manusia yang peduli dengan cara atau model berpikir yang sebaiknya, toh berpikir itu soal yang lumrah saja, apanya yang dipedulikan. Banyak orang mungkin tidak sadar bahwa berpikir mempunyai dampak yang sangat luas jika tidak dikelola dengan baik. Berpikir selalu dimulai dengan menggunakan otak. Dapat menggunakan otak kiri atau kanan, tergantung tentang apa maunya manusia berpikir. Apakah ada orang berpikir tanpa menggunakan otak? Mungkin juga ada, sehingga sering ada anekdot, “jangan berpikir dengan dengkulmu…..”. Jadinya orang yang berbuat kesalahan dan atau sangat bodoh sering disebut berpikir dengan dengkul. Dengkul dianggap sebagai otak kedua yang selalu salah. Ada juga anekdot, “tanpa berpikir panjang”, nah yang berpikir seperti ini juga cenderung berbuat kesalahan yang tidak perlu bahkan dapat mendatangkan musibah yang sangat fatal. Apakah ada manusia yang tidak dapat berpikir? Jawaban; Ada, contohnya orang gila atau tidak waras. Orang gila tidak dapat berpikir normal karena secara mental ada yang salah dalam cara berpikirnya atau dalam istilah listrik, terjadi konslet di dalam syaraf otaknya.
Mengapa kita harus mengelola cara berpikir? Kata “berpikir” masih berlaku sangat umum, tidak menunjukkan apakah nanti menjadi sesuatu yang benar atau salah karena belum dilengkapi dengan value lain yang lebih bermakna dalam konteks kebaikan dan kebenaran. Berpikir yang benar harus dilengkapi dengan melibatkan rasa dan semua pancaindera yang dimiliki. Rasa disni menyangkut suara hati nurani yang terdalam atau sering disebut dengan qolbu. Informasi yang masuk ke otak diproses lagi lebih lanjut dengan melibatkan rasa hati nurani yang terdalam dan menggunakan semua Indera semaksimal mungkin. Berita yang masuk di olah dulu di otak, rasakan suara positif di hati nurani dan pertimbangkan baik buruknya, dengarkan berita dengan telinga yang tajam, lihat masalah dengan mata yang berbinar, dicerna masalah sampai halus dan bersih, serta di timbang-timbang lagi alternatif solusi yang terbaik, nikmati dulu masalahnya, baru kemudian diputuskan dengan cermat dan tepat. Berpikir denga rasa, ibarat orang makan, jangan langsung ditelan, dikunyah dulu sampai halus, dinikmati rasanya, baru kemudian ditelan dengan ikhlas. Suatu kebahagiaan tersendiri jika kesuksesan penyelesaian masalah terjadi setelah melalui jalan berpikir yang lurus dan bersih dan tidak terkontaminasi oleh kejahatan yang terselubung.
Orang yang berpikir tanpa rasa, sangat mudah sekali berbuat kesalahan bahkan cenderung berbuat tidak sopan, kasar, dan melakukan kejahatan kepada orang lain. Semua orang yang berbuat jahat, koruptor dan merencanakan kejahatan dapat dikatagorikan sebagai orang yang berpikir tanpa rasa. Berpikir tanpa rasa, ibarat makanan tanpa bumbu dan garam. Orang yang berpikir tanpa rasa, cenderung tidak peduli, acuh dan tidak mempunyai rasa empati kepada orang lain. Berpikir tanpa rasa, cenderung menjadi orang sombong, mudah berbohong, berbicara tanpa ilmu, tanpa berpikir panjang lebar dan menimbulkan banyak konflik di sekitarnya. Berpikir tanpa rasa, membuat keluarga tidak dapat tenang dan sulit hidup harmonis karena selalu dihantui dengan konflik batin yang berkepanjangan dengan isteri atau suami dan anak. Orang yang berpikir tanpa rasa biasanya juga tidak mempunyai keimanan yang kuat terhadap agamanya, sehingga masalah apapun yang muncul cenderung disepelekan bahkan mungkin tidak diindahkan bahkan se-akan-akan berbuat tidak baik itu, dianggapnya suatu hal yang biasa.
Berpikir bebas dan kreatif adalah sangat baik, tetapi harus selalu melibatkan rasa yang meliputi suara hati nurani, pendengaran dan penglihatan. Mungkin ada juga orang yang sukses dengan cara berpikir dengan otak saja tanpa melibatkan rasa, tetapi biasanya umur kesuksesannya tidak akan bertahan lama dan akan sangat sulit untuk bangkit lagi jika masih menggunakan cara yang lama. Mengandalkan otak tanpa rasa, ibarat tanaman tanpa pupuk. Mungkin tanamannya tumbuh juga tetapi tidak ada kesuburan di dalamnya dan pelan tapi pasti tanaman tersebut juga akan mati dengan sendirinya. Berpikir dengan rasa memerlukan kesabaran yang tinggi, tidak tergesa-gesa tetapi juga tidak menunda penyelesaian masalah. Berpikir dengan rasa, juga memerlukan kecepatan dan kecermatan dalam berpikir. Berpikir dengan rasa memerlukan keimanan yang kuat terhadap agama yang dianutnya agar setiap masalah dapat diselesaikan dengan sentuhan rasa keimanan yang kuat dan mempunyai dampak kebaikan untuk semua orang.
Hati Nurani, pendengaran dan penglihatan adalah suatu organ Istimewa yang merupakan anugerah langsung dari Allah Swt, memberikan kenikmatan hidup yang sangat luar biasa manfaatnya, oleh karena itu kita patut bersyukur dengan cara menggunakannya sebaik mungkin, memberikan manfaat untuk diri sendiri dan untuk orang lain serta semua keputusan yang lahir dari pikiran kita mendapatkan ridho dari-Nya. Allah SWT sudah mengingatkan manusia melalui pesan-Nya kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW bahwa: Katakanlah, “Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati nurani bagi kamu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur” [QS. Al-Mulk (67): 23]. Mensyukuri nikmat yang diberikan Allah SWT adalah salah satu tanda orang yang beriman dan calon penghuni surganya Allah SWT. Cita-cita yang perlu direnungi dan sangat penting diraih adalah sukses di dunia dan mulia di akhirat. Semoga kita semua termasuk orang yang pandai mensyukuri nikmat Allah SWT. Aamiin ya rabbal ‘alamiin. Salam sehat.
Semarang, 27 Februari 2025.
Terima kasih Ayah, mengingatkan kita senantiasa bekerja dan bertindak dengan rasa dan penuh syukur
Bismillah
Alhamdulillah. Terima kasih bu Izzuki. Salam sehat.